Biografi Empat Imam Madzhab | Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad | Kehidupan, Sikap dan Pendapatnya - Aqwam
Harga:
Rp 78,796
Rating:
4
Suka:
61
Lokasi:
KAB. SUKOHARJO
100% Original
Pemandangan yang sungguh menakjubkan manakala kita mengulang kembali nostalgia kenangan bersama ulama panutan umat. Mereka lah peletak dasar mazhab yang empat, meski mereka tidak bermaksud demikian. Sebab asas yang mereka dahulukan adalah kalamullah wa kalamurrasul (baca: mengembalikan setiap perkara kepada al-Qur’an dan as-Sunnah). Lihat perkataan mereka yang terang akan hal ini:
PERKATAAN IMAM ABU HANIFAH RAHIMAHULLAH:
“Apabila suatu Hadits itu shahih, maka itulah madzhabku.”
“Tidak halal bagi seorangpun mengambil pendapat kami, selama ia tidak mengetahui dari mana (dengan dasar apa) kami mengambil pendapat tersebut.”
“Haram bagi seseorang yang tidak mengetahui dalilku, untuk berfatwa dengan pendapatku.”
UCAPAN IMAM MALIK BIN ANAS RAHIMAHULLAH:
”Saya ini hanya seorang manusia, bisa salah dan bisa benar, maka telitilah pendapatku. Setiap pendapatku yang sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, maka ambillah pendapat tersebut, dan setiap pendapatku yang bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, maka tinggalkanlah pendapat itu!”
“Tidak ada seorangpun sepeninggal Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam kecuali pendapatnya bisa diambil atau bisa juga ditolak, kecuali Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam.”
PERKATAAN IMAM AS-SYAFI’I RAHIMAHULLAH:
“Tidak ada seorangpun kecuali ia memiliki kemungkinan untuk lupa terhadap Sunnah Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam dan tersembunyi darinya. Setiap perkataanku atau setiap ushul (asas) yang saya letakkan, kemudian ternyata riwayat dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam menyelisihi perkataanku, maka pendapat yang harus diikuti adalah apa yang disabdakan oleh Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam, dan akupun berpendapat dengannya.”
“Kaum muslimin telah ijma’ (sepakat) bahwa barangsiapa yang mengetahui secara jelas suatu Sunnah dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkan Sunnah tersebut karena perkataan (pendapat) seseorang.”
UCAPAN IMAM AHMAD BIN HANBAL RAHIMAHULLAH:
“Jangan kalian bertaqlid kepadaku dan jangan pula kalian bertaqlid kepada Malik, asy-Syafi’i, al-Auza’i, dan as-Tsauri, tetapi ambillah dari mana mereka mengambil.”
“Janganlah kalian taqlid dalam agama kalian kepada salah seorang di antara mereka (para imam). Apapun yang datang dari Nabi shallallahu \'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, maka ambillah, kemudian pendapat para Tabi’in. Dan setelah mereka barulah boleh dipilih.”
“Yang dinamakan ittiba\' adalah seseorang yang mengikuti apa yang datang dari Nabi shallallahu \'alaihi wa sallam dan para sahabat. Kemudian setelah pendapat para tabi’in ia boleh memilih.”
(Diangkat dari Muqaddimah “Shifatu Shalatiin Nabiy shallallaahu ‘alaihi wasallam minat Takbir ilas Salaam” karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani via “Tegar di Atas Sunnah Ibarat Menggenggam Bara Api,” Kompilasi Para Ulama, diterbitkan oleh Media Tarbiyah, Bogor)
Lantas bagaimana dengan orang zaman sekarang yang rata-rata pede (percaya diri) dengan p