Penelitian ini diterbitkan untuk menawarkan sebuah model bagi praktik demokrasi dan negara hukum pasca-Suharto di dalam masyarakat kita. Model yang ditawarkan di sini — dikenal dengan istilah “demokrasi deliberatif” – merupakan sebuah desakan untuk membuka ruang-ruang dan kanalkanal komunikasi politis di dalam masyarakat kita yang sedang melakukan reformasi politik dan hukum dengan memperhitungkan pluralitas orientasi etnis, religius dan politis. Pemikiran Jürgen Habermas dalam bidang filsafat politik yang menjadi fokus penelitian ini bertitik tolak dari pengalaman yang sudah lama dimiliki oleh negara-negara demokratis di Eropa Barat dan Amerika Serikat, namun model yang dibangun di atasnya sangat relevan dan aktual bagi masyarakatmasyarakat kompleks yang terglobalisasi dewasa ini, termasuk masyarakat Indonesia. Banyak topik dapat diteliti dalam pemikiran Habermas, namun penulis telah memilih untuk memusatkan penelitian ini pada topik politik deliberatif dengan mengingat banyaknya persoalan kebijakan di negara kita yang masih mengabaikan aspirasi publik.
Eskalasi kompleksitas akibat modernisasi membawa permasalahan universal yang dialami oleh berbagai masyarakat dewasa ini, yaitu: persoalan integritas sosial dan solidaritas sosial di tengah-tengah fakta pluralisme dan relativisme nilai-nilai. Lewat teori diskursusnya Habermas berargumentasi bahwa integrasi dan solidaritas sosial masyarakat-masyarakat kompleks iłu tidak lagi dapat dijamin oleh agama atau pandangan-pandangan metafisis, melainkan harus dikembalikan pada proses komunikasi sosial untuk mencapai saling pengertian di antara para warganegara dengan berbagai orientasi nilai dan cara hidup.