Aku tidak pernah merasa setakut ini seumur hidup. Dia terus berlari melewati lorong-lorong gelap, mengabaikan rasa sakit di kakinya dan detak jantungnya yang terus berpacu. Dia harus berhasil menyusulnya! Sosok perempuan yang menjadi tujuannya semakin memudar dan berjalan ke arah terangnya cahaya.
“AURA! AURA TUNGGU!” aku berteriak memanggil namanya, berharap perempuan itu akan berhenti melangkah.
Lorong itu begitu gelap, cahaya yang datang dari Aura adalah satu-satunya penerangan yang bisa digunakan sebagai penerang.
“AURAAA!” aku kembali meneriakkan nama itu. Aku bisa merasakan tenggorokannya sakit karena terus berteriak. Jika kali ini gagal, aku tidak tahu lagi dengan apa aku bisa menghentikan Aura.