Telegram, yang diterbitkan pada tahun 1973, setelah memenangkan sayembara menulis roman yang diselenggarakan oleh Panitia Tahun Buku Internasional pada tahun 1972, merupakan salah satu tonggak sejarah fiksi Indonesia. Novel ini merupakan pionir dalam pemaduan antara realitas dan fantasi. Tokoh utamanya, seorang jurnalis Bali yang tinggal di Jakarta, jatuh cinta kepada seorang perempuan bernama Rosa, dan mereka, dalam dunia khayalnya, sudah berpacaran sebanyak tiga ribu kali dan mereka bersepakat untuk tidak menikah karena menikah adalah bentuk lain dari penjara.
Novel Putu Wijaya yang banyak diperbincangkan ini, dalam pendapat Umar Yunus, berpusat pada keterasingan manusia modern yang tidak dapat melepaskan diri dari kekuatan hubungan keluarga yang tradisional, sehingga hidup terombang-ambing antara dunia nyata dan dunia khayal. Tak ayal, pembaca pun dibuat menerka-nerka, bagian manakah yang sebetulnya nyata, dan manakah yang hanya fantasi.