Tidak seperti ilmu-ilmu sosial yang lain, sampai dengan dekade 1990-an, ilmu pemerintahan di Indonesia masih mengalami krisis epistemologis dan identitas. Namun begitu, sebagai satu solusi awal dari problema ini diajukan konstatasi bahwa objek formal dari ilmu pemerintahan adalah pemerintahan suatu negara. Pemerintahan hanya merupakan satu “field” atau bagian dari ilmu politik, seperti halnya ilmu administrasi negara, hubungan internasional dan yang lainnya. Kenyataan ini tentu berbeda jauh dengan situasi sejak awal perkembangan ilmu pemerintahan di UGM yang sangat dipengaruhi oleh Mazhab Continental yang menyatakan bahwa ilmu pemerintahan berhubungan dengan: pertama, kegiatan yang menyangkut politik pengambilan keputusan dalam negara (the politics of policy making). Kedua, pelaksanaan dari kebijakan itu sendiri (policy execution). Dengan kata lain, ilmu pemerintahan diidentikkan dengan ilmu politik. Pandangan ini selaras dengan realita terjadinya kesamaan posisi antara ilmu politik dan pemerintahan saat ini. Dengan kata lain, ilmu pemerintahan tidak lagi menjadi bagian dari ilmu politik seperti yang berlaku sebelumnya. Dari pemahaman posisi itu, sasaran utama dan objek formal dari ilmu pemerintahan dengan sendirinya adalah pemerintahan Indonesia dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Dalam studi pemerintahan bisa dibahas masalah eksekutif, baik pada tingkat “presidency” maupun pada tingkat lokal. Demikian juga bisa dikaji persoalan “legislatures” terutama yang berkaitan dengan sejarah, kedudukan, fungsi serta peranan lembaga tersebut. Pemahaman terhadap lembaga MA, MPR, TNI, masalah kepartaian dan pemilu, perilaku politik, sosialisasi politik, politik pembuatan kebijakan, analisis dan implementasi serta evaluasi kebijakan yang ditempuh. Jadi, ruang lingkup ilmu pemerintahan adalah “hubungan antara pemerintah dan rakyat dalam rangka mencapai kesejahteraan bersama”.