Novel dengan tuturan sejarah kental ini berkisah pada tokoh sentral Puntadewa. Puntadewa adalah tetua Pandawa yang khidmad dalam jalan kebenaran. Para Pandawa yaitu Puntadewa, Arjuna, Werkudara, Nakula dan Sadewa. Puntadewa lahir sebagai anak sulung dari Prabu Pandu Dewanata, seorang Raja Astinapura, dari rahim Dewi Kunthi Talibrata. Dalam kehidupannya, Prabu Puntadewa ini dikenal sebagai sosok yang sabar, adil, dan bijaksana, pemurah, jujur, bahkan tak pernah marah sedikit pun. Karena itulah Raja Ngamarta itu dikenal sebagai seorang satriya/kesatria yang memiliki ludira seta (darah putih). Apapun yang diminta kepadanya pasti diberikan, seperti pusaka Jamus Kalimasada dan permaisurinya Dewi Drupadi.
Tetapi, betapa kagetnya Indrajala ketika tiba-tiba tubuh Prabu Puntadewa berubah menjadi sosok raksasa yang besarnya sagunung anakan. Begitulah kalau Prabu Puntadewa merapal Ajian Gundhawijaya dalam triwikama, sehingga ia berubah menjadi raksasa besar. Maka, tanpa diminta pun, akhirnya Indrajala menyerahkan kembali pusaka Jamus Kalimasada dan Dewi Drupadi kepada Prabu Puntadewa.
Sejak lahir, Prabu Puntadewa dan saudaranya pada Pandawa selalu dihinakan, dipinggirkan, dikuya-kuya, bahkan beberapa kali diancam keselamatannya hendak dibunuh oleh pada Kurawa yang dipimpin oleh Raden Duryudana dan Patih Sengkuni. Sesungguhnya tahta singgasana Ngastina merupakan hak Raden Puntadewa sebagai peninggalan dari mendiang ramandanya-Prabu Pandhu Dewanata, tetapi justru yang diterima Raden Puntadewa dan saudaranya adalah ancaman pembunuhan dari para Kurawa pada peristiwa pembakaran Bale Sigala-Gala. Hal ini merupakan skenario Kurawa yang diusulkan oleh Patih Sengkuni untuk menghabisi Pandawa. Dimulai dari pesta di Bale tersebut hingga para Pandawa mabuk dan tidak sadarkan diri, lalu Kurawa membakar tempat tersebut.